Sabtu, April 09, 2011

Overland Park, in the Middle of Nowhere...

Akhirnya, sampai jugalah kita di Kansas. The City of Fountain. Begitu sebutannya.

Oyach, bandara di Kansas ternyata tidaklah besar-besar amat. Tidak seperti bandara di Seattle ataupun di Los Angeles yang dapat membuat seseorang tersesat. Sarana transportasi juga agak susah. Parahnya tempat yang bakal kami kunjungi ternyata lumayan jauh. Jika menggunakan bus, maka kita bakal gonta ganti bus beberapa kali dan bakal menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam. Itupun sampainya bukan di hotel di tempat kami nantinya tinggal. Nah, atas dasar itulah maka diputuskan untuk mengambil taxi. Tiba-tiba saya jadi kangen Taxi tarif bawah nya Jakarta.


Well, berbicara mengenai taxi,entah kenapa, Hampir semua taxi yang saya pakai sopir nya selalu asal Ethiopia. Kali inipun seperti biasa, sopirnya juga dari Ethiopia. Saya jadi bertanya, "apakah semua orang Ethiopia di Amerika itu kerjanya jadi sopir taxi?" Entahlah, butuh penelitian yang serius untuk menjawab pertanyaan yang gak penting ini. Intinya, mau di Everett ataupun di Kansas sang sopir asal Ethiopia. Entahlah, sepertinya saya memang berjodoh dengan sopir Ethiopia...


Back to the track. pernah dengar anekdok soal perbedaan antara bule yang naik taksi dengan orang Indonesia yang naik taksi gak? Jika bule yang naik taksi, maka yang diperhatikan sang bule adalah pemandangan. Sedangkan jika orang Indonesia yang naik taksi, maka yang diperhatikannya adalah argo. Dan sepertinya anekdok itu benar adanya. Apalagi jika orang Indonya naik taksi di Amerika dengan bayaran dollar. Bisa dipastikan kalau pandangan mata selalu tertuju ke A eR Ge O (ARGO). At the end, kalau sekiranya itu di Indonesia, maka dipastikannya sang penumpang bakal terkena serangan jantung stadium 4 melihat biaya taxi yang mencapai 800 ribu. Yach, biaya taksi dari bandara ke hotel adalah 80 dollar. Angka yang lumayan besar. Yang paling menyedihkan karena bagian ini tidaklah gratis. Kami bertigapun harus tepuk jidat. Tekoooorrrr...

The saddest partnya belum berakhir saudara, ekspektasi yang terlalu tinggi akan Kansas membuat kami harus gigit jari. Bayangan tentang hotel yang berada di tengah kota dan pusat keramaian di Kansas City pun pudar. Berganti dengan kenyataannya bahwa kita di tempatkan di suatu tempat in the middle of nowhere. Meskipun hotelnya bintang lima, namun tempatnya sungguh jauh dari kota. Disekeliling kami pun yang ada hanya hotel-hotel dan hotel.


Lebih parah lagi karena tidak ada bus yang menghubungkan tempat ini dengan pusat kota. satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan shulter dari hotel, dengan syarat biaya shulter hampir sama dengan biaya taksi sebelumnya. Lo pikir bapak gue milyuner apa....????


Dan kami bertiga pun hanya bisa tertawa ha ha ha, melihat nasib kami yang sepertinya tak semulus dan semujur yang kami bayangkan. Yach, kami tertawa ha ha ha. Bukankah salah satu cara menghilangkan stress adalah tertawa....??? Kami gak mau masuk berita di koran, dengan headline gede: "Kasihan, tiga siswa Everett stress gara-gara tidak ditempatkan di tengah kota."


Ha ha ha. Here we are, Overland Park, in the middle of nowhere...

Jumat, April 08, 2011

A Voice of A Soldier in Colorado

Kalau memang sudah rejeki gak bakal kemana kok bang. Dan kali ini, rejeki itu datang datang. Bersama dua orang teman, kami mendapatkan kesempatan menghadiri sebuah konfrensi jurnalis di negara bagian Kansas. Hal yang membuatnya sangat luar biasa soalnya tiket dan penginapan hotel berbintang lima itu diluar tanggungan kami. Dengan kata lain. Gratis lagi, gratis lagi, gratis lagi. Kapan lagi...kapan lagi...kapan lagi.

Berhubung pesawat yang kami tumpangi berangkat di pagi hari. Maka diputuskanlah untuk menghabiskan malam di bandara. Bagi saya, ini adalah untuk kedua kalinya acara menghabiskan malam di bandara. Sebelumnya, saat ke California pun hal yang sama terjadi. Dan alasan sebenarnya adalah; ini adalah bentuk penghematan biar gak bayar hotel di dekat bandara. So, jadilah malam itu bersama Tessa asal Indonesia dan Mohsin asal India, kita mahasiswa yang tak punya duit itu terkantuk-kantuk di bandara.

Well, back to flight. Bagi sebahagian orang connecting flight atau bahasa kerennya transit mungkin tidaklah menyenangkan. Namun tidak demikian bagi saya. Kali ini pesawat kami dari Seattle mendarat di Denver, Colorado. Saya jelas senang bukan kepalang. Nyengar nyengir aneh saya tiba-tiba saja kambuh saat keluar dari pesawat. Alasannya simpel, akhirnya bisa sampai lagi ke satu negara bagian baru di Amerika. Colorado, The Continentall State.

Tak banyak yang bisa dibicarakan soal state ini selain dia kelihatan tandus dari atas pesawat. Saya jadi berfikir, jangan-jangan di sini bisa di temukan Unta. kalau gak unta ARab setidaknya Unta Amerika.

Satu hal yang menarik di Colorado adalah, kenyataan bahwa saya bertemu dengan seorang Amerika berkulit hitam. Dia bukan Jay Z, Usher, Akon, Lil Wayne ataupun 50 cent. He's only ordinary black American. Tangan kananya tak ada lagi, sedang tangan kirinya menyisakan satu jari saja. Umurnya masih sekitar 30 puluhan tahun. Dia adalah mantan tentara Amerika yang dikirim ke Afganistan. Luka yang dialaminya pun didapatkannya dari Afghanistan.

Diceritakannya tentang betapa mengerikannya perang di Afghanistan. Seseorang yang malam ini tidur di sampingmu bisa jadi menjadi tubuh yang kaku dan tak bernyawa lagi di pagi hari. "You just miss your flight to go home," Ujarnya.

Menariknya, dia justru menentang kehadiran Amerika di Irak dan Libya. "It's all about oil," Katanya. Kalaupun saja dia masih aktif di militer, dia pasti bakal menolak untuk ke Irak. Meskipun dia bakal dipenjara atas pilihannnya. Saya baru tahu, orang yang sudah sign untuk ikut militer, maka mereka harus ikut apapun yang diperintahkan. Kalau tidak, kemungkinan di penjara sangat besar. Di Indonesia gimana...???

Selanjutnya, kita ngomong banyak hal. Ngalur ngidul gak jelas. Dari omongan soal United Nation hingga McDonald. Dari soal Kuwait hingga Bahrain. Dari soal Seattle hingga Colorado, dan dari Phoenix Sun hingga Bostin Celtic.

Pembicaraan akhirnya terhenti saat perutku mulai berbahasa Prancis yang artinya ingin makan. Kami pun berpisah, tanpa sempat foto, tanpa tahu nama. Huhft sepertinya aku mulai mengikuti kebiasaan orang disini. We meet, we talk, we leave, we forget each other...

Rabu, Maret 16, 2011

And I'm about Five Meters from David Beckham

Dibanding Bola basket, Sepakbola Amerika masih kalah populer di mata dunia termasuk di Indonesia. Ini buktinya, orang-orang bakal lebih hafal nama klub NBA dibanding nama klub sepak bola di Amerika. Kita bisa saja menemukan pecinta basket yang bisa menyebutkan 15 klub NBA, namun susah banget menemukan pecinta bola yang tahu setidaknya 5 klub Sepakbola Amerika. Paling banter yah LA Galaxy. Itupun karena David Beckham main disana. Gak percaya...Silahkan dibuktikan...

Hal hampir sama juga sebenarnya terjadi di Amerika. Kepopuleran sepakbola memang masih dibawah Bola Basket ataupun American Football.

Well, ada yang berbeda di sini, perlu dibedakan antara soccer dengan football. Di Amerika, saat seseorang menyebut kata football, maka itu berarti American Football. Sedang untuk penyebutan sepakbola sendiri adalah Soccer. So, jika saya mengatakan, David Beckham is not playing football. Itu tidaklah salah, karena yang benarnya, David Beckham is playing soccer. Tapi itu hanya di Amerika loh. Jangan sampai bilang David Beckham is not playing football pas lagi Inggris. Bisa jadi satu negara pikir ente orang bego se dunia.

Forget about it. Seumur-umur saya tidak pernah bermimpi menyaksikan David Beckahm secara langsung. Tapi sepertinya kalau memang jodoh gak akan kemana. Pembukaan MLS (Major League Soccer) atau Liga Sepakbola Amerika akhirnya dimulai dan ternyata, Seattle Souders yang merupakan tim dari Seattle mendapat kesempatan menjamu LA Galaxy di kandang mereka di Seattle.

Sebenarnya, saya tak begitu mau menonton pertandingan ini. Apalagi duit tabungan pun sudah mulai menipis. Sayapun bukan fans berat David Beckam ataupun seseorang yang berorentasi seks berbeda dengan menyukai sesama jenis dan seringkali berfantasi ria menikmati malam bersama Beckham. Namun, bisikan-bisikan yang mengatakan kapan lagi bisa nonton “live” David Beckham akhirnya meluluhkan saya.

Dan memang benar, daya pikat David Beckham memang berbeda. Ini bukan lebay.com. Namun saya seperti tersihir, dan tiba-tiba saja histeris saya melihat om David melakukan pemanasan dari jarak 5 meter.

Beckham...Beckham...Beckham.” Teriak saya tiba-tiba. Om David pun melambaikan tangannya. Namun bukan kepada saya. Tapi kepada orang lain yang membawa bendera Inggris.

Saya jadi bertambah histeris.“Beckham, Beckham, Beckhaaaaam.....” Kali ini saya tidak sadar kalau ternyata saya berada diantara puluhan pasang mata para supporter Sounders yang melihat tingkah laku saya dengan tatapan aneh bin jengkel. Saya ternyata satu-satunya orang yang histeris menyebut om David di tempat tersebut. Saya pun berhenti berteriak, lalu cepat-cepat berlalu meninggalkan tempat tersebut kembali ke tempat duduk dimana saya seharusnya berada. Jika tidak, mungkin saya bakal diamuk massa...he he he

Overall, 32 dollar saya worth it lah. Saya dak rugi. Plus saya jadi terkesima melihat banyaknya penonton yang menghadiri pertandingan malam itu. 30 ribu lebih. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran sepak bola di Amerika.

Om David bermain baik. Tuan rumah kalah 0-1. Namun supporter tetap pulang dengan tertib dan tetap bernyayi. Tak ada supporter yang rusuh karena tim nya kalah. Saluuuuuuutttttt

Senin, Februari 21, 2011

More than Just Fun with Snowboarding

Meski sebelum-sebelumnya telah mencoba berbagai macam olahraga musim dingin seperti ice skating, snow shoeing hingga snow tubbing, toh tidak afdhal rasanya kalau tidak mencoba snowboarding. Alasannya, dibanding olahraga yang lain, snowboard terlihat lebih keren plus lebih terkenal. Jadi jangan heran saat mendapat tawaran snowboarding, saya pun mengiyakan....Sayakan juga mau kelihatan keren...Emang situ doang yang mau kelihatan keren...

Kesempatan snowboarding kali ini dilakukan bersama dengan beberapa mahasiswa International dari College berbeda. Persamaan kami adalah, baik itu yang dari Indonesia, Afsel, Turki, Pakistan, Kamerun, dan Panama, tak ada satupun yang diantara mereka yang tau bermain ski ataupun snowboard. Jadi nantinya saya tidak bakal kelihatan bodoh sendirian. Untunglah.

Untuk arena ber-snowboard ria sebenarnya lumayan banyak di Washington State. Mungkin sekitar sepuluh tempat. Sebut saja The Summit at Snowqualmie, Stevens Pass Ski Area, Mt. Baker Ski Are, Leavenworth Ski Hill dan lainnya. Pilihan dijatuhkan pada Mt. Baker Ski Area, tidak jauh dari tempat snowshoeing dahulu. Alasan memilih tempat ini karena tempat ini adalah yang terdekat dengan college mereka. Whatcom Community College.


Sayangnya, jika dulu setiap olahraga musim dingin yang saya ikuti selalu gratis karena biayanya selalu ditanggung oleh orang lain, maka snowboarding kali ini saya harus merogoh kocek saya sendiri. Sedikit agak dalam.
Oke, let me ask you something. Sowboard tergolong olahraga mahal disini. Apalagi jika anda tidak memiliki papan snowboard dan peralatan lainnya. Untuk me-rental alat-alat tersebut anda harus merogoh kocek sekitar $30. Itupun belum termasuk short course bagi mereka yang belum pernah mencoba snowboarding sama sekali, dalam hal ini saya. Alhasil, duit sekitar 48 dollar itu habis untuk bisa menikmati snowboard....Peninggggggg...kepala saya pening. Tapi mau apa lagi.. Ada uang abang snowboarding, tak ada uang abang sepertinya tak mungkin...

But, forget about money. Olahraga snowboard It's more than just fun. Apalagi bagi mereka yang suka extreme sport. Olahraga ini benar-benar memacu adrenalin. That's why, buat yang mengunjungi negara bersalju di saat musim dingin, you may try this one. It was fun. Believe me....

Namun, meskipun kelihatan mudah tapi jangan salah. Ini tak seperti yang kita lihat. Buktinya, saya harus terjatuh puluhan kali saat mencoba menyeimbangkan badan di atas papan skateboard yang bergerak di atas salju. The more you try, the more you fall...Intinya, jangan pernah berhenti mencoba dan buang rasa takutmu. Jangan pula lupa untuk menyingkirkan rasa malumu, karena mungkin engkau akan menemukan anak kecil berumur 7 tahun bermain snowboard dengan seantainya di sekitarmu.

Finally, benar kata Matthew Botos, blogger asal Amerika yang juga doyan snowboard . I guess that’s the great thing about snowboarding and other sports - that people can come to them for a variety of reasons, and all leave happy at the end of the day.

I really love this game so much, Meski akibatnya saya harus menghemat makan hingga akhir bulan karena kehabisan duit....but it's It's more than just fun though. It' is. :-)

Sabtu, Februari 12, 2011

Snow Tubing; Another Way to Enjoy Snow

Musim dingin hampir berlalu. Sang mentari mulai terbenam menjelang setengah enam, pertanda musim semi mulai datang menyapa. Berbeda dengan di daerah di East Cost yang justru dilanda Blizzard (badai salju), salju di daerah West Cost justru sudah mulai jarang turun. But wait, bukan berarti party on the snow telah berahir.

Saatnya memperkenalkan satu lagi cara untuk menikmati salju di Amerika. “Snow tubing" Begitu orang di sini menyebutnya. Kalau di Indonesiakan mungkin artinya, “Perosotan Salju.” Anyway, kok arti Indonesianya kedengaran aneh. Translation saya kayaknya gak berhasil kali ini...

Well, semua pasti tau apa itu perosotan. Dahulu kala, waktu kita masih muda, sebutlah Taman Kanak-kanak, biasanya kita bermain perosotan yang terbuat dari plastik ataupun kayu. Yang plastik biasanya ditemukan di perkotaan, sedang bagi kami yang tinggal di desa, prosotannya terbuat dari kayu. Nah, konsep snow tubing hampir sama dengan yang ini. Bedanya, perosotannya terbuat dari salju yang membeku, bukan dari plastik atau bahkan kayu. Nantinya, seseorang akan meluncur dari atas bukit bersalju dengan bantuan ban dalam yang telah diisi udara. Maaf kalau penjelasan saya ribet,untuk lebih mengertinya segera menuju om Youtube lalu ketik snow tubing. I believe it's gonna be clear. Kalau anda beruntung, anda menemukan video saya disana...he he he

Kalau sebelumnya saya melakukan snow shoeing di Mount Baker, untuk snow tubing kali ini tempatnya bernama "The Summit at Snoqualmie - Washington Ski Resort." Letaknya diantara Snoqualmie dan Seattle. Berjarak sekitar 30 mile atau sekitar satu jam dari Seattle. Dan seperti arena olahraga musim dingin lainnya, tempat ini juga dilengkapi arena untuk ski dan snowboarding. Salju di daerah ini ternyata masih banyak karena merupakan daerah datarang tinggi. Tidak heran kalau saljunya masih turun.

Biaya yang dikenakan untuk bisa memasuki tempat ini sekitar 18 dollar untuk dua jam. Namun hari itu sepertinya keberuntungan berpihak pada saya dan teman-teman. Project coordinator kami menanggung semua biaya kali ini. Wah, indah nian hidup ini kalau selalu dapat yang gratis...Disinilah enaknya beasiswa....he he he

Wait, atau jangan-jangan saya salah paham. Bisa jadi coordinator saya tahu kalau Indonesia, India dan Pakistan adalah negara yang masyarakatnya kebanyakan orang miskin sehingga dia tidak tega hati meminta uang 18 dollar kepada kami. Ah, mungkin saja...Ah, biarlah....Ah, tak apa...

And here we goo..dari atas bukit, orang kampung yang dulunya hanya menghabiskan waktu kecilnya bermain bola di sore hari atau mandi di sungai di siang hari, bersiap berlari. Bajunya yang bertuliskan “Washington Huskies” seakan menegaskan kalau dirinya sedang di Washington bukan di Makassar atau Bulukumba. Yup, that was me. Dengan bantuan ban saya pun meluncur di atas salju berketinggian 20 meter. Tidak sampai semenit saya sudah berada di bawah...

Tuhan memang betul-betul Maha kuasa dengan segala ciptaan-Nya. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau abaikan. Ayat itu kembali terlintas. Saya berusaha untuk selalu beryukur atas setiap hal baru yang saya dapati disini. Karena sepengatuhan saya, semakin kita bersyukur semakin Tuhan menambahkan nikmat-Nya kepada kita. Saya sangat bersyukur bisa ke Amerika, semoga karena bersyukurnya saya, Tuhan menambahkan nikmat-Nya. Sehingga suatu saat nanti, saya bisa ke Eropa, Australia, hingga Afrika....www.ngarep-banget.com

Untuk sesaat saya melihat sekeliling...Suatu saat nanti saya pasti akan merindukan tempat ini. Putih.....

Sabtu, Februari 05, 2011

Rally Seatte; Peace for Egypt

Bilaadi Bilaadi Bilaadi , Laki Hubbi wa Muladi... Begitu bunyi potongan lirik lagu kebangsaan Mesir yang baru saja saya tahu.

Well, Siapa sangka, effect dari demontrasi besar-besaran di Mesir juga merembet ke negara-negara lainnya. Di banyak negara, aksi solidaritas mendukung masyarakat mesir bermunculan. Di Inggris, Kanada termasuk Amerika sendiri. Padahal, Mesir dan Amerika terkenal sebagai negara yang sangat bersahabat baik.

Di Amerika, rally menentang Mubarak terjadi di Washington DC, New York, Nashville, LA, hingga downtown Seattle. Di Seattle sendiri, ini adalah rally kedua kalinya setelah sebelumnya sebuah rally juga dilaksanakan di bulan Januari. Oyach, saya sempat bingung saat pengumuman di University of Washington menyebutkan tentang adanya “rally” di Seattle. Dalam pikiran saya, rally adalah balapan mobil atau motor. Padahal rally yang dimaksudkan di sini adalah demonstrasi. “Kirain Valentino Rossi bakal ke Seattle”

Terbukti, 6 bulan di USA, gak menjamin bahasa Inggris kita menjadi perfecto.

Anyway, saya terpanggil untuk ikut berunjuk rasa. Alasannya simpel. Saya ingin Mesir cepat damai kembali. Apalagi adik saya kebetulan juga disana, mendapakan beasiswa di al-Azhar University. Logika sempit saya adalah, kalau Mesir kembali damai, Saudara saya akan aman. Itu logika sempit saya...”Emangnya ada logika sempit yah..???”

Saya jadi teringat balasan message beberapa hari yang lalu. “Adapun di tempat saya sendiri masih lumayan amanlah. Walaupun memang ada teman-teman dari berbagai negara kembali ke negara mereka untuk sementara waktu. Mohon doanya moga-moga Mesir segera pulih kembali. Malulah pulang kalau belum selesai. SIRI' bro.” Aha, watak aslinya sebagai orang Bugis-Makassar keluar juga. Sekali layar terkembang, pantang bagi kami surut ketepian. Kuallengi Tallangga na toalia.

Demonstrasi di Seattle tidak hanya dihadiri oleh warga keturunan Mesir namun juga banyak warga dari negara lainnya, termasuk Amerika ataupun Latino. Demonstrasi sendiri dipusatkan di Downtown Seattle di depan Westlake Mall, Pine Street and 4th Avenue. Lucunya, ada juga lo yang membawa poster yang bukan menuntut Mubarak mundur, tapi justru menuntut Presiden Ethiopia mundur. “Kayaknya salah demo nih Brother....”

Yell-yell mendukung turunnya Mubarak pun dikumandangkan. “One two three four, kick Mubarak out the door. Five six seven eight, stop the killing stop the hate.” - “Facebook, twitter may be banned, Egyptian voice will be heard.”

Adapula yel-yel berbahasa Arabnya saya lupa. Bahasa Arab saya payah meski pernah belajar 6 tahun. Satu-satunya kalimat yang saya ingat benar setelah dulu 6 tahun belajar di Pesantren adalah “Kaifa Haaluk...???” jawabnya “Alhamdulillah”

Dukungan melalui poster sangat banyak: We support Egypt's revolution, Walk like an Egyptian, Get off dude, Free Egypt, Change in Egypt is way overdue – We should help, Solidarity with Egyptians, 30 years aren't enough..?? sampai yang bunyinya begini: Tunisia, Egypt, and USA is next....

Nah, perbedaan mendasar antara demo disini dengan demo di Indonesia pada umumnnya adalah: Untuk berdemonstrasi harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari pihak berwenang. Meski dihadiri ratusan demonstran namun demo sama sekali tidak mengganggu aktifitas di jalan raya. Tak ada kemacetan sedikitpun. Tak perlu ada bakar ban ataupun penutupan jalan. Dan yang terpenting, pesan tersalurkan. Salut…

Saya jadi teringat suatu tempat. Ah, seandainya demo di tempat tersebut bisa sedamai dan setertib ini...

Damai Mesir, damai Amerika, damai Indonesia, damai Dunia....

Sabtu, Januari 08, 2011

Snowshoeing; Walking Over the Snow in Narnia

Olahraga apa saja yang terpikir saat kita menyebut salju...??? Jawaban yang kemungkinan banyak akan muncul adalah Ski dan Snowboarding. Sedang jika ada yang menjawab Volley Pantai ataupun Renang, kayaknya ada yang masalah dengan otak mereka. “Berharap bikini di tengah salju bang…??? Gila” Dan itu sebabnya saya malas nanyain pertanyaan semacam ini kepada orang gila. But anyway, Ada lagi satu olahraga salju yang begitu digemari oleh orang-orang di Amerika dan itu belum banyak di ketahui di Indonesia. Mereka menyebutnya “Snowshoeing.” Penjelasan singkat yang saya temukan adalah, basically, snowshoeing is walking over the snow. Sebut saja ini jogging di atas salju.

Meskipun kelihatan simpel, tapi toh tetap saja olahraga ini membutuhkan banyak perlengkapan. Baju dan celana berlapis lapis plus jaket dan celana training yang tahan air. Ini HARUS. Soalnya kita bakalan masuk ke kandangnya salju dimana dinginnya kulkas gak ada apa-apanya sama sekali. Sumpah, kali ini saya tidak bercanda. Terus, ada Snowshoeing or Sepatu Salju yang dapat mencegah kita tenggelam di salju, serta “tongkat si buta.” Yang ini nama English nya saya lupa. Tujuannya sebagai alat bantu berjalan sekalian untuk memastikan apa jalan di depan kita bukanlah lubang atau bahkan jurang. Tak lupa beberapa perlengkapan lainnya seperti kaos tangan, sepatu boat, kompas, de el el.

Dibanding ski ataupun snowboarding, snowshoeing justru jauh lebih murah. Saatnya belajar matematika. Untuk snowshoeing saya hanya perlu membayar $20 untuk rental snowshoeing shoes. Sedang untuk bermain snowboard, dari website yang pernah saya baca kita harus membayar lebih dari $60-$ 200...

Untuk urusan tempat, Snowshoeing bagusnya dilakukannya di gunung ataupun hutan. That’s why, kali ini, kami memilih Mount Baker Ski area. Tempat ini memang mempunyai terkenal untuk ski dan snowboard. Serta beberapa area untuk ber snowshoeing ria. Untuk mencapai tempat ini sebenarnya agak ribet jika kita tidak memiliki kendaraan sendiri. Alasannya karena tidak ada bus yang dapat mengantarkan kita dari Bellingham stasiun. Di sogok bagaimanapun juga sang sopir juga gak bakalan mau ngerubah trayek. Untuk jalan kaki ke sana pun kayaknya susah. Naik mobil saja kita bakal menghabiskan waktu sekitar se jam dari Belingham ke Mount Baker ski area. Gimana kalau jalan kaki…??? Mau Mati….

Well, Kemurahan hati Monica dan Greg lah yang membuat kami bisa ikut merasakan kegiatan musim dingin yang satu ini. Pasangan ini yang mengundang kami untuk ikut dengan mereka dan beberapa kawannya ber snowshoeing ria. Kalau sudah diajak begini, kami tak perlu menghawatirkan apa-apa lagi. Termasuk masalah transportasi dari dan ke Mount Baker Ski Area. Ada mereka kok. Di sinilah pentingnnya punya kenalan keluarga America…..lol

Here we go…Setelah sampai di tempat tujuan dan semua perlengkapan telah dipakai, saatnya pun berpetualang di daerah pegunungan yang serba putih itu. Awalnya, akan terasa aneh berjalan dengan sepatu boot yang dialasi dengan snowshoes. Belum lagi medan yang terkadang curam dan tumpukan salju yang begitu tinggi. Namun meskipun begitu, sungguh saya harus merekomendasikan snowshoeing di pegunungan jika nantinya ada yang mengunjungi negeri-negeri bersalju. It was really awesome. Wonderful. Supe duper cantik. Subhanallah. Terkesanlebay tapi biarlah. Benar-benar Tuhan Maha kuasa dengan menciptakan bumi yang begitu indah bagi manusia. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau ragukan....???

Bagi mereka yang pernah menonton Narnia, seperti itulah tempat dimana saya berada saat itu. Semuanya putih, pohon-pohon Douglas yang mendominasi hutan pun turut tertutup putih salju. Betul-betul Narnia. Sejauh mata memandang hanyalah hamparan putih salju dihias pepohonan yang sebagian besarnya laksana pohon yang daunnya berwarna putih.

Saya jadi membayangkan “Tumnus” si manusia kambing itu sedang memperhatikan saya dari balik dedaunan, lalu tiba-tiba sebuah auman keras mengagetkan saya. Seekor singa besar berdiri tepat di depan saya. Aslan sang singa tersenyum, lalu mengeryitkan matanya. Lalu dia berkata: Welcome to Narnia Sam.......

Sabtu, Januari 01, 2011

This is How People Celebrate New Year

Tentunya, ada banyak cara untuk merayakan pergantian tahun baru versi Masehi. Tak perduli mau tempatnya di Tokyo, Sidney, London, Paris, Vancouver, New York, Washington DC, Dubai, Jakarta, Bandung, Jayapura ataupun Makassar tercinta. Umumnya, pergantian tahun ini akan dirayakan dengan “fireworks.” Sepertinya, kembang api adalah sebuah keharusan. “Gak ada lo Gak Rame”. Bedanya, keindahan dan kemewahan kembang apinya tergantung dari negaranya. Tampa bermaksud memandang remeh, bisa saja kembang api di sini lebih terlihat megah dan mewah. Soalnya ditunjang budget yang besar, teknologi plus panitia yang tentunya tidak “korupsi.” Ups, Mohon maaf kepada negara yang tersinggung dan terkenal korupsinya…

Untuk urusan tempat sudah tentu dipusatkan di titik point tempat masyarakat bisa berkumpul. Sebut saja kalau di Jakarta biasanya di Monas, Makassar di Pantai Losari, New York di Time Square dan Seattle di Space needle.

Sayangnya, saya harus melewatkan pesta kembang api super meriah di Seattle karena memilih merayakan malam tahun baru dengan jalan lebih tradisional. “Kumpul dengan keluarga Amerika” Alasannya simpel, saya bisa saja menyaksikan tayangan fireworks itu melalui tv ataupun Youtube. Namun melewatkan New Years Eve with Traditional Values of America entah kapan lagi......

Well, I’ve got lucky bisa bertemu dengan Greg dan istri tercintanya Catalina. Pasangan super duper gokil dan selalu ceria. Entah telah berapa kali mereka memanggil kami ke setiap party, entah itu party di rumah mereka ataupun party di rumah temannya. Off course, partinya bukan party ala remaja seperti yang dulu biasa saya datangi. Mabuk-mabukan sampai dah gak sadar main film porno-pornoan. Kali ini partinya lebih ramah lingkungan, lebih pengertian, dan lebih dewasa.

Ada 13 orang yang malam itu berkumpul. Hanya saya, Thya, Tyena yang tergolong remaja umur 20 an. 23 maksudnya. Si Seft lebih parah lagi, dia masih di bawah umur. Let say 10 years. Lainnya boleh dikata sudah 30 an lebih. Malam itu dimulai dengan mencicipi makanan dari berbagai negeri. Ada Indonesia, Malaysia, Amerika, dan Israel. Selanjutnya, sambil menanti pergantian tahun, kami bermain games board, Jenga dan Uno. Jenga adalah permainan balok kayu kecil yang tersusun rapi berbentuk menara. Cara memainkannya adalah dengan jalan membentuk menara baru di atas menara yang lama dengan jalan mengambil balok paling bawah lalu menyusunnya di atas. “Don’t get the tower fall down”, Jangan sampai menaranya jatuh. Itu intinya. sedang Uno lebih pada permain game kartu biasa. Setiap kartu memiliki warna dan nomer tersendiri. Tak lupa beberapa kartu “super” yang membuat permainan makin menarik. Kalau yang ini intinya: “Siapa yang kartunya habis, dialah pemenangnya.” Either way, untuk lebih lengkapnya, Om Google mungkin bisa menjawab. Bagaimana om....????

Tepat pukul 12:00 kamipun semua bersulang. Setiap orang memegang cangkir berisi wine di dalamnya. Wine memang menjadi minuman biasa disini. Untuk kami yang Muslim, Secangkir Apple Cider sebagai pengganti wine. Kami pun ikut bersulang. Mereka yang berkeluarga berpelukan lalu mencium pasangan mereka. Di luar sana bunyi terompet dan kembang api mulai bemunculan. Happy New Year.

Malam itu kami kembali pukul 2:30 setelah sebelumnya menghabiskan banyak waktu sambil bermain game plus berkeliling gila ria di tengah kota yang mulai sepi karena penduduknya mulai tertidur lelah setelah merayakan tahun baru.

Are we done yet....??????????

Sepertinya tidak. Karena keseekon harinya, pagi sekitar jam 9:00 a.m. Marry seorang Student Coordinator di Whatcom Community College datang lalu mengajak kami ke Lake Paden. Hari itu, pagi pertama di tahun 2011 betul-betul dingin, putih salju dimana-mana. Saking dinginnya, beberapa bagian danau bahkan sampai membeku. And here we go.... Ternyata, sudah menjadi tradisi di kota kecil ini mengawali tahun baru dengan berlari mengelilingi danau di pagi hari lalu mengakhirinya dengan bersama-sama “nyemplung” masuk kedalam danau. Gak perduli tua, muda, laki atau perempuan, semua pada turun ke air. Banyak diantara mereka yang bahkan hanya memaki pakaian renang doang. Grrgggggggggghhh, gilaaaaaa pasti dinginnya minta ampun. Saya saja yang melihatnya sudah menggigil duluan..

Di akhir acara saya pun kebagian certificate yang seharusnya diberikan kepada mereka yang terjun ke danau. Namun berhubung saya turut ikut ambil bagian setidaknya dengan berlari-lari kecil mengelilingi danau, maka tak apalah. Kalaupun nanti mereka minta certicificate nya di balikin juga gak papa...

Finally, that was my New Year in America. Time to make resolution right now. Seperti tahun-tahun sebelumnya, di awal tahun saya selalu bermimpi setinggi-tingginya dengan resolusi saya. Kuharap kalian begitupun adanya. Tahun ini…Saya masih gila saja untuk bermimpi. Bukankah Tuhan memeluk mimpi-mimpi hambaNya. Maka bermimpilah. Ah, semoga saja tahun depan bisa dapat beasiswa lagi ke negeri yang lain….ngarep.com

Tentunya, sayapun berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik di tahun ini. Saya jadi teringat inspirational quote terkait tahun baru yang pernah diucapkan seniornya Obama, Benjamin Franklin: “Be at war with your vices, at peace with your neighbors, and let every New Year find you a better man.”

Amien….Semoga..

NB: Click the picture untuk lebih Jelas ;-P

Pages