Sabtu, April 09, 2011

Overland Park, in the Middle of Nowhere...

Akhirnya, sampai jugalah kita di Kansas. The City of Fountain. Begitu sebutannya.

Oyach, bandara di Kansas ternyata tidaklah besar-besar amat. Tidak seperti bandara di Seattle ataupun di Los Angeles yang dapat membuat seseorang tersesat. Sarana transportasi juga agak susah. Parahnya tempat yang bakal kami kunjungi ternyata lumayan jauh. Jika menggunakan bus, maka kita bakal gonta ganti bus beberapa kali dan bakal menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam. Itupun sampainya bukan di hotel di tempat kami nantinya tinggal. Nah, atas dasar itulah maka diputuskan untuk mengambil taxi. Tiba-tiba saya jadi kangen Taxi tarif bawah nya Jakarta.


Well, berbicara mengenai taxi,entah kenapa, Hampir semua taxi yang saya pakai sopir nya selalu asal Ethiopia. Kali inipun seperti biasa, sopirnya juga dari Ethiopia. Saya jadi bertanya, "apakah semua orang Ethiopia di Amerika itu kerjanya jadi sopir taxi?" Entahlah, butuh penelitian yang serius untuk menjawab pertanyaan yang gak penting ini. Intinya, mau di Everett ataupun di Kansas sang sopir asal Ethiopia. Entahlah, sepertinya saya memang berjodoh dengan sopir Ethiopia...


Back to the track. pernah dengar anekdok soal perbedaan antara bule yang naik taksi dengan orang Indonesia yang naik taksi gak? Jika bule yang naik taksi, maka yang diperhatikan sang bule adalah pemandangan. Sedangkan jika orang Indonesia yang naik taksi, maka yang diperhatikannya adalah argo. Dan sepertinya anekdok itu benar adanya. Apalagi jika orang Indonya naik taksi di Amerika dengan bayaran dollar. Bisa dipastikan kalau pandangan mata selalu tertuju ke A eR Ge O (ARGO). At the end, kalau sekiranya itu di Indonesia, maka dipastikannya sang penumpang bakal terkena serangan jantung stadium 4 melihat biaya taxi yang mencapai 800 ribu. Yach, biaya taksi dari bandara ke hotel adalah 80 dollar. Angka yang lumayan besar. Yang paling menyedihkan karena bagian ini tidaklah gratis. Kami bertigapun harus tepuk jidat. Tekoooorrrr...

The saddest partnya belum berakhir saudara, ekspektasi yang terlalu tinggi akan Kansas membuat kami harus gigit jari. Bayangan tentang hotel yang berada di tengah kota dan pusat keramaian di Kansas City pun pudar. Berganti dengan kenyataannya bahwa kita di tempatkan di suatu tempat in the middle of nowhere. Meskipun hotelnya bintang lima, namun tempatnya sungguh jauh dari kota. Disekeliling kami pun yang ada hanya hotel-hotel dan hotel.


Lebih parah lagi karena tidak ada bus yang menghubungkan tempat ini dengan pusat kota. satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan shulter dari hotel, dengan syarat biaya shulter hampir sama dengan biaya taksi sebelumnya. Lo pikir bapak gue milyuner apa....????


Dan kami bertiga pun hanya bisa tertawa ha ha ha, melihat nasib kami yang sepertinya tak semulus dan semujur yang kami bayangkan. Yach, kami tertawa ha ha ha. Bukankah salah satu cara menghilangkan stress adalah tertawa....??? Kami gak mau masuk berita di koran, dengan headline gede: "Kasihan, tiga siswa Everett stress gara-gara tidak ditempatkan di tengah kota."


Ha ha ha. Here we are, Overland Park, in the middle of nowhere...

Jumat, April 08, 2011

A Voice of A Soldier in Colorado

Kalau memang sudah rejeki gak bakal kemana kok bang. Dan kali ini, rejeki itu datang datang. Bersama dua orang teman, kami mendapatkan kesempatan menghadiri sebuah konfrensi jurnalis di negara bagian Kansas. Hal yang membuatnya sangat luar biasa soalnya tiket dan penginapan hotel berbintang lima itu diluar tanggungan kami. Dengan kata lain. Gratis lagi, gratis lagi, gratis lagi. Kapan lagi...kapan lagi...kapan lagi.

Berhubung pesawat yang kami tumpangi berangkat di pagi hari. Maka diputuskanlah untuk menghabiskan malam di bandara. Bagi saya, ini adalah untuk kedua kalinya acara menghabiskan malam di bandara. Sebelumnya, saat ke California pun hal yang sama terjadi. Dan alasan sebenarnya adalah; ini adalah bentuk penghematan biar gak bayar hotel di dekat bandara. So, jadilah malam itu bersama Tessa asal Indonesia dan Mohsin asal India, kita mahasiswa yang tak punya duit itu terkantuk-kantuk di bandara.

Well, back to flight. Bagi sebahagian orang connecting flight atau bahasa kerennya transit mungkin tidaklah menyenangkan. Namun tidak demikian bagi saya. Kali ini pesawat kami dari Seattle mendarat di Denver, Colorado. Saya jelas senang bukan kepalang. Nyengar nyengir aneh saya tiba-tiba saja kambuh saat keluar dari pesawat. Alasannya simpel, akhirnya bisa sampai lagi ke satu negara bagian baru di Amerika. Colorado, The Continentall State.

Tak banyak yang bisa dibicarakan soal state ini selain dia kelihatan tandus dari atas pesawat. Saya jadi berfikir, jangan-jangan di sini bisa di temukan Unta. kalau gak unta ARab setidaknya Unta Amerika.

Satu hal yang menarik di Colorado adalah, kenyataan bahwa saya bertemu dengan seorang Amerika berkulit hitam. Dia bukan Jay Z, Usher, Akon, Lil Wayne ataupun 50 cent. He's only ordinary black American. Tangan kananya tak ada lagi, sedang tangan kirinya menyisakan satu jari saja. Umurnya masih sekitar 30 puluhan tahun. Dia adalah mantan tentara Amerika yang dikirim ke Afganistan. Luka yang dialaminya pun didapatkannya dari Afghanistan.

Diceritakannya tentang betapa mengerikannya perang di Afghanistan. Seseorang yang malam ini tidur di sampingmu bisa jadi menjadi tubuh yang kaku dan tak bernyawa lagi di pagi hari. "You just miss your flight to go home," Ujarnya.

Menariknya, dia justru menentang kehadiran Amerika di Irak dan Libya. "It's all about oil," Katanya. Kalaupun saja dia masih aktif di militer, dia pasti bakal menolak untuk ke Irak. Meskipun dia bakal dipenjara atas pilihannnya. Saya baru tahu, orang yang sudah sign untuk ikut militer, maka mereka harus ikut apapun yang diperintahkan. Kalau tidak, kemungkinan di penjara sangat besar. Di Indonesia gimana...???

Selanjutnya, kita ngomong banyak hal. Ngalur ngidul gak jelas. Dari omongan soal United Nation hingga McDonald. Dari soal Kuwait hingga Bahrain. Dari soal Seattle hingga Colorado, dan dari Phoenix Sun hingga Bostin Celtic.

Pembicaraan akhirnya terhenti saat perutku mulai berbahasa Prancis yang artinya ingin makan. Kami pun berpisah, tanpa sempat foto, tanpa tahu nama. Huhft sepertinya aku mulai mengikuti kebiasaan orang disini. We meet, we talk, we leave, we forget each other...

Pages