Sabtu, Mei 26, 2012

Remember Seattle


Remember Seattle adalah kumpulan flash fiction yang ditulis selama penulis menetap di Washington State, Amerika Serikat. Tidak heran kalau kemudian cerita-cerita yang terdapat dalam buku ini banyak dipengaruhi oleh budaya, bahasa dan juga setting tempat di mana penulis berada saat itu. Dalam hal ini Seattle.

Tema cerita yang diangkat dalam buku ini sangatlah befariasi. Selain tentang cinta, pembaca dapat pula menemukan tema-tema lainya seperti tema tentang ketuhanan, agama, social life, gender, mimpi dan tentu saja tentang Indonesia.

Melalui cerita-cerita dalam buku ini, penulis mengajak pembaca untuk  dapat berfikir tentang bagaimana pentingnya menghargai sesama. Terlepas apapun perbedaan yang kita miliki.

Seperti yang telah diniatkan sebelumnya, maka segala keuntungan dari buku ini nantinya akan disumbangkan untukcharity (kegiatan amal) dan membantu mereka yang membutuhkan.

“Itulah masalahnya. Kalian penganut agama terkadang seringkali mengingkari ilmu pengetahuan. Jelas-jelas teori Darwin dilakukan secara masuk akal dan terbukti. Akui saja kalau nenek moyang kita memang berasal dari kera.” Ujarnya sengit. Wajah manisnya sedikit terlihat lebih keras.
- Up in the Air –

“But Sam, you need to know, tidak semua orang Yahudi setuju dengan apa yang terjadi di Palestina sana. Tidak semua orang Israel juga setuju dengan perang yang terjadi di sana. Aku contohnya.” Sam kembali berbicara.
- Shalom –

Baru setelah mengucapkan kata-kata itu, aku tiba tiba bertanya pada diri sendiri. Tuhan yang mana. Tuhan yang kuyakini atau Tuhan yang diyakini Jane. Ah, entahlah, namun kuyakin Tuhan pasti akan menolong kami. Apalagi satu hal aku pernah pelajari, Tuhan tak akan memberikan kita cobaan melebihi yang kita mampu.
- Ketika Kita Saling Cinta Namun Berbeda Agama -

“Sudahlah Sam, kamu terlalu banyak berteori. Namun tidakkah kau sadar, seribu teori tak akan ada apa-apanya dibanding sebuah aksi. Apa yang aku lakukan adalah sebuah aksi. Dan yang terpenting dari itu, aku bukan seorang pengecut yang hanya mampu mengumpat pemerintah dari belakang. Aku ada di depan sana Sam. Di depan aparat bersenjata lengkap lalu dengan lantangnya menyebut mereka sebagai drakula penghisap darah rakyat”
- Antara Aku, Kamu dan Sumpah Pemuda –

Dapat di check dan dibeli langsung di sini: http://www.leutikaprio.com/produk/11027/kumpulan_cerpen/1109253/remember_seattle/1104911/syamsul_arif_galib

Sabtu, April 09, 2011

Overland Park, in the Middle of Nowhere...

Akhirnya, sampai jugalah kita di Kansas. The City of Fountain. Begitu sebutannya.

Oyach, bandara di Kansas ternyata tidaklah besar-besar amat. Tidak seperti bandara di Seattle ataupun di Los Angeles yang dapat membuat seseorang tersesat. Sarana transportasi juga agak susah. Parahnya tempat yang bakal kami kunjungi ternyata lumayan jauh. Jika menggunakan bus, maka kita bakal gonta ganti bus beberapa kali dan bakal menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam. Itupun sampainya bukan di hotel di tempat kami nantinya tinggal. Nah, atas dasar itulah maka diputuskan untuk mengambil taxi. Tiba-tiba saya jadi kangen Taxi tarif bawah nya Jakarta.


Well, berbicara mengenai taxi,entah kenapa, Hampir semua taxi yang saya pakai sopir nya selalu asal Ethiopia. Kali inipun seperti biasa, sopirnya juga dari Ethiopia. Saya jadi bertanya, "apakah semua orang Ethiopia di Amerika itu kerjanya jadi sopir taxi?" Entahlah, butuh penelitian yang serius untuk menjawab pertanyaan yang gak penting ini. Intinya, mau di Everett ataupun di Kansas sang sopir asal Ethiopia. Entahlah, sepertinya saya memang berjodoh dengan sopir Ethiopia...


Back to the track. pernah dengar anekdok soal perbedaan antara bule yang naik taksi dengan orang Indonesia yang naik taksi gak? Jika bule yang naik taksi, maka yang diperhatikan sang bule adalah pemandangan. Sedangkan jika orang Indonesia yang naik taksi, maka yang diperhatikannya adalah argo. Dan sepertinya anekdok itu benar adanya. Apalagi jika orang Indonya naik taksi di Amerika dengan bayaran dollar. Bisa dipastikan kalau pandangan mata selalu tertuju ke A eR Ge O (ARGO). At the end, kalau sekiranya itu di Indonesia, maka dipastikannya sang penumpang bakal terkena serangan jantung stadium 4 melihat biaya taxi yang mencapai 800 ribu. Yach, biaya taksi dari bandara ke hotel adalah 80 dollar. Angka yang lumayan besar. Yang paling menyedihkan karena bagian ini tidaklah gratis. Kami bertigapun harus tepuk jidat. Tekoooorrrr...

The saddest partnya belum berakhir saudara, ekspektasi yang terlalu tinggi akan Kansas membuat kami harus gigit jari. Bayangan tentang hotel yang berada di tengah kota dan pusat keramaian di Kansas City pun pudar. Berganti dengan kenyataannya bahwa kita di tempatkan di suatu tempat in the middle of nowhere. Meskipun hotelnya bintang lima, namun tempatnya sungguh jauh dari kota. Disekeliling kami pun yang ada hanya hotel-hotel dan hotel.


Lebih parah lagi karena tidak ada bus yang menghubungkan tempat ini dengan pusat kota. satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan shulter dari hotel, dengan syarat biaya shulter hampir sama dengan biaya taksi sebelumnya. Lo pikir bapak gue milyuner apa....????


Dan kami bertiga pun hanya bisa tertawa ha ha ha, melihat nasib kami yang sepertinya tak semulus dan semujur yang kami bayangkan. Yach, kami tertawa ha ha ha. Bukankah salah satu cara menghilangkan stress adalah tertawa....??? Kami gak mau masuk berita di koran, dengan headline gede: "Kasihan, tiga siswa Everett stress gara-gara tidak ditempatkan di tengah kota."


Ha ha ha. Here we are, Overland Park, in the middle of nowhere...

Jumat, April 08, 2011

A Voice of A Soldier in Colorado

Kalau memang sudah rejeki gak bakal kemana kok bang. Dan kali ini, rejeki itu datang datang. Bersama dua orang teman, kami mendapatkan kesempatan menghadiri sebuah konfrensi jurnalis di negara bagian Kansas. Hal yang membuatnya sangat luar biasa soalnya tiket dan penginapan hotel berbintang lima itu diluar tanggungan kami. Dengan kata lain. Gratis lagi, gratis lagi, gratis lagi. Kapan lagi...kapan lagi...kapan lagi.

Berhubung pesawat yang kami tumpangi berangkat di pagi hari. Maka diputuskanlah untuk menghabiskan malam di bandara. Bagi saya, ini adalah untuk kedua kalinya acara menghabiskan malam di bandara. Sebelumnya, saat ke California pun hal yang sama terjadi. Dan alasan sebenarnya adalah; ini adalah bentuk penghematan biar gak bayar hotel di dekat bandara. So, jadilah malam itu bersama Tessa asal Indonesia dan Mohsin asal India, kita mahasiswa yang tak punya duit itu terkantuk-kantuk di bandara.

Well, back to flight. Bagi sebahagian orang connecting flight atau bahasa kerennya transit mungkin tidaklah menyenangkan. Namun tidak demikian bagi saya. Kali ini pesawat kami dari Seattle mendarat di Denver, Colorado. Saya jelas senang bukan kepalang. Nyengar nyengir aneh saya tiba-tiba saja kambuh saat keluar dari pesawat. Alasannya simpel, akhirnya bisa sampai lagi ke satu negara bagian baru di Amerika. Colorado, The Continentall State.

Tak banyak yang bisa dibicarakan soal state ini selain dia kelihatan tandus dari atas pesawat. Saya jadi berfikir, jangan-jangan di sini bisa di temukan Unta. kalau gak unta ARab setidaknya Unta Amerika.

Satu hal yang menarik di Colorado adalah, kenyataan bahwa saya bertemu dengan seorang Amerika berkulit hitam. Dia bukan Jay Z, Usher, Akon, Lil Wayne ataupun 50 cent. He's only ordinary black American. Tangan kananya tak ada lagi, sedang tangan kirinya menyisakan satu jari saja. Umurnya masih sekitar 30 puluhan tahun. Dia adalah mantan tentara Amerika yang dikirim ke Afganistan. Luka yang dialaminya pun didapatkannya dari Afghanistan.

Diceritakannya tentang betapa mengerikannya perang di Afghanistan. Seseorang yang malam ini tidur di sampingmu bisa jadi menjadi tubuh yang kaku dan tak bernyawa lagi di pagi hari. "You just miss your flight to go home," Ujarnya.

Menariknya, dia justru menentang kehadiran Amerika di Irak dan Libya. "It's all about oil," Katanya. Kalaupun saja dia masih aktif di militer, dia pasti bakal menolak untuk ke Irak. Meskipun dia bakal dipenjara atas pilihannnya. Saya baru tahu, orang yang sudah sign untuk ikut militer, maka mereka harus ikut apapun yang diperintahkan. Kalau tidak, kemungkinan di penjara sangat besar. Di Indonesia gimana...???

Selanjutnya, kita ngomong banyak hal. Ngalur ngidul gak jelas. Dari omongan soal United Nation hingga McDonald. Dari soal Kuwait hingga Bahrain. Dari soal Seattle hingga Colorado, dan dari Phoenix Sun hingga Bostin Celtic.

Pembicaraan akhirnya terhenti saat perutku mulai berbahasa Prancis yang artinya ingin makan. Kami pun berpisah, tanpa sempat foto, tanpa tahu nama. Huhft sepertinya aku mulai mengikuti kebiasaan orang disini. We meet, we talk, we leave, we forget each other...

Rabu, Maret 16, 2011

And I'm about Five Meters from David Beckham

Dibanding Bola basket, Sepakbola Amerika masih kalah populer di mata dunia termasuk di Indonesia. Ini buktinya, orang-orang bakal lebih hafal nama klub NBA dibanding nama klub sepak bola di Amerika. Kita bisa saja menemukan pecinta basket yang bisa menyebutkan 15 klub NBA, namun susah banget menemukan pecinta bola yang tahu setidaknya 5 klub Sepakbola Amerika. Paling banter yah LA Galaxy. Itupun karena David Beckham main disana. Gak percaya...Silahkan dibuktikan...

Hal hampir sama juga sebenarnya terjadi di Amerika. Kepopuleran sepakbola memang masih dibawah Bola Basket ataupun American Football.

Well, ada yang berbeda di sini, perlu dibedakan antara soccer dengan football. Di Amerika, saat seseorang menyebut kata football, maka itu berarti American Football. Sedang untuk penyebutan sepakbola sendiri adalah Soccer. So, jika saya mengatakan, David Beckham is not playing football. Itu tidaklah salah, karena yang benarnya, David Beckham is playing soccer. Tapi itu hanya di Amerika loh. Jangan sampai bilang David Beckham is not playing football pas lagi Inggris. Bisa jadi satu negara pikir ente orang bego se dunia.

Forget about it. Seumur-umur saya tidak pernah bermimpi menyaksikan David Beckahm secara langsung. Tapi sepertinya kalau memang jodoh gak akan kemana. Pembukaan MLS (Major League Soccer) atau Liga Sepakbola Amerika akhirnya dimulai dan ternyata, Seattle Souders yang merupakan tim dari Seattle mendapat kesempatan menjamu LA Galaxy di kandang mereka di Seattle.

Sebenarnya, saya tak begitu mau menonton pertandingan ini. Apalagi duit tabungan pun sudah mulai menipis. Sayapun bukan fans berat David Beckam ataupun seseorang yang berorentasi seks berbeda dengan menyukai sesama jenis dan seringkali berfantasi ria menikmati malam bersama Beckham. Namun, bisikan-bisikan yang mengatakan kapan lagi bisa nonton “live” David Beckham akhirnya meluluhkan saya.

Dan memang benar, daya pikat David Beckham memang berbeda. Ini bukan lebay.com. Namun saya seperti tersihir, dan tiba-tiba saja histeris saya melihat om David melakukan pemanasan dari jarak 5 meter.

Beckham...Beckham...Beckham.” Teriak saya tiba-tiba. Om David pun melambaikan tangannya. Namun bukan kepada saya. Tapi kepada orang lain yang membawa bendera Inggris.

Saya jadi bertambah histeris.“Beckham, Beckham, Beckhaaaaam.....” Kali ini saya tidak sadar kalau ternyata saya berada diantara puluhan pasang mata para supporter Sounders yang melihat tingkah laku saya dengan tatapan aneh bin jengkel. Saya ternyata satu-satunya orang yang histeris menyebut om David di tempat tersebut. Saya pun berhenti berteriak, lalu cepat-cepat berlalu meninggalkan tempat tersebut kembali ke tempat duduk dimana saya seharusnya berada. Jika tidak, mungkin saya bakal diamuk massa...he he he

Overall, 32 dollar saya worth it lah. Saya dak rugi. Plus saya jadi terkesima melihat banyaknya penonton yang menghadiri pertandingan malam itu. 30 ribu lebih. Jumlah yang sangat besar untuk ukuran sepak bola di Amerika.

Om David bermain baik. Tuan rumah kalah 0-1. Namun supporter tetap pulang dengan tertib dan tetap bernyayi. Tak ada supporter yang rusuh karena tim nya kalah. Saluuuuuuutttttt

Pages