Rabu, Oktober 13, 2010

Let Me Save Three Lives

Pagi itu saya langsung kaget saat membuka mata dan melihat kearah jam yang sudah menunjukkan puukul 8:37. Sesegera mungkin saya menuju kamar mandi. Tak ada party on the bathroom hari ini. Tak ada laptop juga tak ada musik. Intinya saya harus bergegas. Saya harus donor darah pagi ini jam 9.00.

Well, saya tertarik karena taglinennya yang menyebutkan “save three lives”. Siapa yang tidak mau menyelamatkan tiga nyawa. Hitung-hitung, ini sekaligus balas budi saya ke pada Amerika yang telah memberi saya beasiswa.

Sebelumnya, dari beberapa tulisan yang saya temukan di Internet saya tahu bahwa susah bagi pendatang untuk mendonorkan darahnya disini. Banyak aturan dan pemeriksaan yang harus dilakukan terlebih dahulu. It's all about safety. Tapi toh tetap saja saya berkeras hati ingin melakukannya. Jika di Indonesia saya bisa, kenapa di Amerika tidak, itu pikir saya.

Sambil berlari saya menuju eampat donor darah seraya memakan sebiji apel buat pengganjal perut. Tak ada waktu buat sarapan lagi. On time, on time, on time. Itu budaya di sini.

Dan betul saja. Seharusnya saya mempercayai apa yang saya baca di internet. Seperti yang seringkali dikatakan orang. Sungguh tidak mudah mendonorkan darah di negeri ini. Tidak semudah di Indonesia. Apalagi jika kita bukanlah asli Amerika. Setelah mendaftar, ada form yang harus diisi. Isinya berupa pertanyaan seputar health history kita. Ribet, begitu pikir saya.

Beberapa pertanyaan yang masih sempat saya ingat seperti: Apakah kamu pernah melakukan sex sebelumnya, Apakah kamu pernah berhubungan sex dengan penderita HIV, Apakah kamu pernah travel keluar dari US or Canada, Apakah kamu memiliki tatoo or piercing, Apakah kamu menggunkan suntik saat menkonsumsi drugs or steroid, Apakah kamu pernah masuk penjara, Apakah kamu pernah melakukan hubungan seksual sesama jenis, dan beberapa pertanyaan lain yang saya sudah lupa.

Dan alhasil, meski sudah capek-capek mengisi formulir. Ujung-ujungnya saya ternyata tidak bisa “menyelamatkan tiga nyawa” dikarenakan saya berasal dari negeri bernama Indonesia. Bingungkan..????Saya pun sempat bingung karenanya.

Indonesia ternyata didentifikasi sebagai negara tempatnya malaria. Alhasil, sayapun ditolak. Saya diberi formulir yang mengatakan kalau saya tidak bisa melakukan donor darah karena. “Travel/lived in Malarial risk area”. Saya tersenyum kecut, maksud hati berbuat baik tapi apa daya tangan tak sampai.

Bukan hanya sampai disitu, saya bahkan diberitahu bahwa untuk mendonorkan darah, saya harus menunggu hingga 3 tahun. What the “what”...!!!! Sekarang saya bukan lagi tersenyum kecut, muka saya sudah mulai berubah masam. Dia pikirnya tiga tahun itu cepet apa.....Arghhhhhhh

Namun kemudian saya tersadar akan satu hal. It's all about safety. Darah yang natinya diberikan kepada seseorang betul-betul darah berkualitas yang tidak terkontaminasi oleh penyakit apapun. Saya jadi teringat saat melakukan donor darah di kampus tercinta. Tak ada proses rumit jika ingin donor darah. Cukup datang, cek hemoglobin, trus donor. Pulangnya dapat kotak yang isinya susu coklat, telur matang, sepotong kue, plus obat penambah darah.

Disini saya pun ditawarin hal yang sama. “Cake”. Namun saya menolak. “I'm so sorry, I'm gonna donate blood, I'm gonna save three lives. It's not all about cake...lol”

2 komentar:

Chita mengatakan...

Walaupun nggak jadi menyumbangkan darah, niatan dan semangatmu pasti udah jadi pahala. ^^

Muhammad Ahkam Arifin mengatakan...

wahhh mereka betul2 care, mereka betul2 berhati2... Law Indonesia? hehhehe udah tahu kan.

Pages